Selasa, 21 Juli 2020

KUMPULAN HADITS TENTANG MAUT

PRIHAL KEMATIAN

Allah berfirman:
إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُم مَّيِّتُونَ
Sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam) akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula). [Az Zumar:30].
1. Kematian yang paling mulia ialah matinya para syuhada. (Asysyihaab)

2. Tidak ada sesuatu yang dialami anak Adam dari apa yang diciptakan Allah lebih berat daripada kematian. Baginya kematian lebih ringan daripada apa yang akan dialaminya sesudahnya. (HR. Ahmad)

3. Perbanyaklah mengingat kematian. Seorang hamba yang banyak mengingat mati maka Allah akan menghidupkan hatinya dan diringankan baginya akan sakitnya kematian. (HR. Ad-Dailami)
Penjelasan:
Dia mati dengan mudah dan ringan pada saat sakaratul maut.

4. Janganlah seorang mati kecuali dia dalam keadaan berbaik sangka terhadap Allah. (HR. Muslim)
5. Janganlah ada orang yang menginginkan mati karena kesusahan yang dideritanya. Apabila harus melakukannya hendaklah dia cukup berkata, "Ya Allah, tetap hidupkan aku selama kehidupan itu baik bagiku dan wafatkanlah aku jika kematian baik untukku." (HR. Bukhari)

6. Cukuplah maut sebagai pelajaran (guru) dan keyakinan sebagai kekayaan. (HR. Ath-Thabrani)

7. Mati mendadak suatu kesenangan bagi seorang mukmin dan penyesalan bagi orang durhaka. (HR. Ahmad)

Penjelasan:
Artinya, seorang mukmin sudah mempunyai bekal dan persiapan dalam menghadapi maut setiap saat, sedangkan orang durhaka tidak.

8. Tuntunlah orang yang menjelang wafat dengan ucapan Laailaaha illallah (maksudnya, agar dia mau meniru mengucapkannya). (HR. Muslim)
9. Tidak dibolehkan bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir berkabung atas suatu kematian lebih dari tiga malam, kecuali terhadap kematian suaminya, maka masa berkabungnya empat bulan dan sepuluh hari. (HR. Bukhari dan Muslim)
Penjelasan:
Kematian ayah, ibu, saudara dan yang lain selain suaminya, masa berkabungnya tidak boleh melebihi tiga hari.

10. Seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, jenazah orang kafir berlalu di hadapan kami, apakah kami perlu berdiri?" Nabi Saw segera menjawab, "Ya, berdirilah. Sesungguhnya kamu berdiri bukanlah untuk menghormati mayitnya, tetapi menghormati yang merenggut nyawa-nyawa." (HR. Ahmad)

11. Ada tiga perkara yang mengikuti mayit sesudah wafatnya, yaitu keluarganya, hartanya dan amalnya. Yang dua kembali dan yang satu tinggal bersamanya. Yang pulang kembali adalah keluarga dan hartanya, sedangkan yang tinggal bersamanya adalah amalnya. (HR. Bukhari dan Muslim)

12. Seorang mayit dalam kuburnya seperti orang tenggelam yang sedang minta pertolongan. Dia menanti-nanti doa ayah, ibu, anak dan kawan yang terpercaya. Apabila doa itu sampai kepadanya baginya lebih disukai dari dunia berikut segala isinya. Dan sesungguhnya Allah 'Azza wajalla menyampaikan doa penghuni dunia untuk ahli kubur sebesar gunung-gunung. Adapun hadiah orang-orang yang hidup kepada orang-orang mati ialah mohon istighfar kepada Allah untuk mereka dan bersedekah atas nama mereka. (HR. Ad-Dailami)

13. Allah mencatat ihsan (kebaikan) atas segala sesuatu. Apabila kamu membunuh hewan maka bunuhlah dengan cara yang baik dan jika kamu menyembelihnya sembelihlah dengan baik. Asahlah tajam pisau potong dan ringankan hewan potongnya. (HR. Muslim)

14. Janganlah kamu mengagumi amal seorang sehingga kamu dapat menyaksikan hasil akhir kerjanya (amalnya). (HR. Aththusi dan Ath-Thabrani)

15. Apabila seorang muslim wafat dan jenazahnya dishalati oleh empat puluh orang yang tidak bersyirik kepada Allah maka Allah mengijinkan syafaat (pertolongan) oleh mereka baginya (si mayit). (HR. Abu Dawud)
16. Percepatlah menghantar jenazah ke kuburnya. Bila dia seorang yang shaleh maka kebaikanlah yang kamu hantarkan kepadanya dan bila kebalikannya, maka sesuatu keburukan yang kamu tanggalkan dari beban lehermu. (HR. Bukhari)

17. Seorang mayit dapat disiksa (kubur) disebabkan tangisan keluarganya. (Mashabih Assunnah)

Penjelasan:
Hal tersebut terjadi bila keluarganya menangisi mayit dengan berlebih-lebihan dan berteriak-teriak. Menangisi dengan wajar dari anggota keluarga yang ditinggalkan wafat sebenarnya dibolehkan dalam agama. Lalu kenapa si mayit yang harus menanggung akibatnya? Ini disebabkan karena sebelum wafatnya dia tidak pernah mengajarkan hal demikian.

18. Barangsiapa wafat pada hari Jum'at atau pada malam Jum'at maka dia terpelihara dari fitnah (siksa) kubur. (Abu Ya'la)

19. Janganlah mengingat-ingat orang-orangmu yang telah wafat, kecuali dengan menyebut-nyebut kebaikan mereka. (An-Nasaa'i)

20. Seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, pesankan sesuatu kepadaku yang akan berguna bagiku dari sisi Allah." Nabi Saw lalu bersabda: "Perbanyaklah mengingat kematian maka kamu akan terhibur dari (kelelahan) dunia, dan hendaklah kamu bersyukur. Sesungguhnya bersyukur akan menambah kenikmatan Allah, dan perbanyaklah doa. Sesungguhnya kamu tidak mengetahui kapan doamu akan terkabul." (HR. Ath-Thabrani)



Minggu, 05 Juli 2020

Kisah Anjing dan Air Mata Abu Yazid al-Busthami

Abu Yazid al-Busthami, begitulah sufi agung yang masuk dalam jajaran generasi Salaf ini akrab dipanggil. Lahir di Bustham, bagian timur laut Persia pada 188 H atau 874 M, dan wafat pada 261 H atau 947 M. Perjalanannya untuk menjadi seorang sufi mememakan waktu yang cukup lama, puluhan tahun, di mana sebelum membuktikan dirinya sebagai seorang sufi, terlebih dulu ia telah menjadi seorang faqih dari madzhab Hanafi.


Di malam yang hening itu Abu Yazid mengadakan pengembaraan seorang diri. Di tengah perjalanan, ia mendapati seekor anjing berjalan ke arahnya dengan tanpa hirau. Ketika anjing ini sudah begitu dekat, dengan spontan Abu Yazid mengangkat gamisnya, kuatir baju tersentuh anjing yang najis tersebut.

Tak seperti anjing pada umumnya, mendapati respon sang sufi ini ia menghentikan langkahnya sembari menatap dalam-dalam pada Abu Yazid. Yang lebih mengejutkan, binatang ini dianugerahi kemampuan untuk berkata-kata. Dengan masih menatap sang sufi, anjing ini berucap: “Tuan, tubuhku ini kering dan tak akan menyebabkan najis padamu. Kalaupun toh pada akhirnya engkau merasa terkena najis, sebenarnya engkau cukup membasuh tujuh kali dengan air dan tanah, maka najis di tubuh dan pakaian Tuan pun akan hilang.”
“Namun, apabila Tuan mengangkat gamis ini karena menganggap diri Tuan yang bertubuh manusia lebih agung, dan menganggap diriku yang bertubuh anjing ini hina dina, maka sesungguhnya najis yang menempel di hati Tuan itu tak akan bisa dibersihkan, walau Tuan basuh dengan tujuh samudera…”
Abu Yazid al-Busthami sedemikian tersentak menghadapi kejadian ini dan seketika meminta maaf kepada anjing tersebut. Dan, sebagai bukti keseriusannya dalam memohon maaf, ia mengajak anjing ini untuk bersahabat dan berjalan-jalan bersama.

Akan tetapi ternyata sang anjing menolak seraya berkata:
“Tuan tak pantas berjalan bersamaku. Orang-orang yang memuliakan Tuan akan mencemooh Tuan dan melempariku dengan batu. Aku tidak mengerti mengapa mereka memandangku sedemikian hina, padahal aku ini makhluk-Nya, dan benar-benar berserah diri kepada Sang Khaliq dengan wujudku ini. Tuan melihat sendiri, aku tak menyimpan dan membawa sepotong tulang pun untuk kujadikan sebagai bekal, sementara Tuan masih berbekal sekarung gandum untuk makan esok hari,”
Demikian anjing ini mengakhiri pembicaraannya, untuk kemudian melanjutkan perjalanan, meninggalkan Abu Yazid seorang diri.
Abu Yazid hanya bisa terdiam sembari merenung. Tak terasa air mata menitik, dan dari lubuk hati terdalam ia berkata, “Ya Allah, untuk berjalan dengan seekor anjing ciptaan-Mu pun aku tak pantas. Lalu bagaimana aku merasa pantas berjalan dengan-Mu? Ampunilah aku wahai Tuhanku,  dan sucikan najis yang ada dalam hatiku…”

الإشتغال بتطهير القلوب أفضل من الإستكثار من الصوم والصلاة مع غش القلوب

ISYTAGHOL BITATHOHIRIL QULŪBI AFDHOLU MINAL MINAS SHOUMA WAS SHOLĀTA MA'AGHOSYAL QULŪB
“Sibuk membersihkan hati itu lebih utama daripada memperbanyak puasa, shalat, namun dengan hati yang tercemar.” 

SEMOGA DAPAT MENJADI IHTIBAR UNTUK KITA SEMUANYA......

           ابوي شريف محمّد اسوان بِنْ شريف محمّد وسم 

Kisah Dua Preman yang Menjadi Waliyullah



Fariduddin Attar dalam Tadzkiratul Auliya dan ‘Abdullah bin Ahmad bin Quddamah al-Maqdisi dalam al-Tawwabin 

menjelaskan kehidupan waliyullah yang sebelumnya dikenal sebagai pemuda brandal atau amoral.

Bisyr bin Harits

Bisyr bin Harits memiliki nama lengkap Abu Nashr Bisyr bin al-Harits al-Hafi lahir di dekat kota Merv sekitar tahun 150 Hijriah/767 Masehi dan wafat di kota Baghdad tahun 227 H/841 M.

Bisyr dikenal sebagai pemuda kaya raya yang hedonis. Tentu gemar melakukan maksiat. Tapi, di sisa hidupnya  Bisyr  menekuni kehidupan asketis setelah bertemu dengan seorang Sufi.

Fariduddin Attar dalam Tadzkiratul Auliya menulis kisah pertemuan Bisyr dengan seorang Sufi berawal dari kejadian yang tidak diduga.

Pada suatu waktu dalam kondisi mabuk dan berjalan sempoyongan akibat minuman keras, Bisyr menemukan secarik kertas bertuliskan, ”Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,”.

Kertas itu, tanpa dibaca diambil oleh Bisyr kemudian dioleskan sari mawar sehingga membuat kertas itu harum. Setelah itu, kertas yang dianggap berharga ia simpan dengan baik dengan rasa hormat dalam rumahnya.

Pada malam itu, seorang Sufi bermimpi. Dalam mimpinya, si Sufi diperintah untuk menyampaikan pesan kepada Bisyr.

Berikut bunyinya, ”Engkau telah mengharumkan nama-Ku, maka Aku mengharumkanmu. Engkau telah memuliakan nama-Ku, maka Aku memuliakanmu. Engkau telah menyucikan nama-Ku, maka Aku menyucikanmu. Dengan kekuasaan-Ku, Aku sungguh mengharumkan namamu di dunia ini dan di akhirat kelak.”

Terbangun dari tidur, si Sufi sempat terbesit, ”Bisyr amoral,”. ”Mungkin mimpiku keliru.”

Sang Sufi itu kembali berwudlu’, shalat lalu kembali tidur. Tapi, si Sufi mengalami mimpi yang sama secara berulang kali.

Keesokan hari sang Sufi pergi mencari Bisyr. Ternyata, Bisyr sedang berada di sebuah pesta anggur bersama koleganya. Sang Sufi bertanya, ”Apakah Bisyr di sini?,” ”ya,” mereka menjawab. ”Tapi ia sedang mabuk dan tidak berdaya,”. ”Beritahu dia, aku punya pesan untuknya,” kata Sufi itu.

Selang beberapa menit, si Bisyr menemui sang Sufi. ”Pesan dari siapa?,” tanya Bisyr setelah diberi tahu.

”Pesan dari Allah,” jawab si Sufi.

”Ahh!” pekik Bisyr, sambil mencucurkan air mata. ”Itu pesan makian atau penyucian? Tunggu, aku akan pamit pada teman-temanku. Teman-teman,” Bisyr berkata pada teman-teman minumnya. ”Aku telah mendapat panggilan. Aku pergi. Aku ucapkan selamat tinggal. Kalian tidak akan pernah lagi melihatku begini.”

Sejak kejadian itu, Bisyr dikenal sebagai orang yang sangat shaleh yang dikagumi oleh sang Imam Ahmad Ibnu Hanbal dan Khalifah al Ma’mun.

Malik bin Dinar

Nama aslinya adalah Abu Yahya, Malik bin Dinar al-Bashri. Malik lahir di Bashrah dan merupakan generasi kelima dari golongan tabi’in.

Malik putra seorang budak Persia. Saat pertobatannya menjadi murid Hasan al-Bashri.

Malik meninggal di Bashrah pada 131 H.

‘Abdullah bin Ahmad bin Quddamah al-Maqdisi dalam al-Tawwabin mengisahkan kehidupan Malik bin Dinar sebagai preman yang suka mabuk-mabukan, berbuat zalim, memakan riba, dan lain-lain.

Malik mulai ada perubahan ketika ingin menikah dan mendambakan anak. Dari perkawinan itu, Malik memiliki, seorang putri yang diberi nama Fatimah.

Malik begitu mencintai sang putri Fatimah.

Kehadiran buah hati menyadarkan Malik untuk bertobat. Meski tidak berhenti total. Kehadiran si putri Fatimah, memberikan perubahan besar dalam kehidupan Malik. Perilakunya berangsur mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Si putri Fatimah pernah melihat Malik memegang segelas khamar. Anak Fatimah mendekat kemudian menyingkirkan gelas tersebut hingga tumpah mengenai bajunya. Padahal, usia Fatimah belum genap dua tahun.

Namun malang, Allah berkehendak lain. Satu tahun kemudian, tepat di usia tiga tahun, Fatimah diambil kembali oleh Sang Khaliq.

Kematian si buah hati Fatimah membuat psikologi Malik tergoncang. Malik kembali ke dunia hitam, bahkan lebih buruk dari sebelumnya.

Datanglah masa ketika setan membujuk untuk menenggak minuman haram sepanjang malam. Minuman memabukkan itu membuat Malik tertidur lelap.

Waktu itu, pada malam nishfu Sya’ban, tepat malam Jum’at, Malik yang sedang mabuk dan tidak mengerjakan shalat isya’  bermimpi mengerikan.

Malik bermimpi seakan-akan kiamat telah tiba, sangkakala ditiup, kuburan mengeluarkan isinya.

Seluruh makhluk telah dikumpulkan. Dalam mimpi itu, Malik berada di antara mereka dan mendengar suara dari belakang.

Malik menoleh dan melihat ular besar yang berwarna hitam kebiruan mengejarkau dengan mulut terbuka. Malik lari terbirit-birit karena ketakutan.

Dalam mimpi itu, Malik bertemu dengan seorang Syech berpakaian bersih dengan bau yang sangat harum. Malik mengucapkan salam padanya. Syech dalam mimpi itu menjawab salam Malik.

Malik bertanya, “Wahai syech. Selamatkan aku dari ular itu, semoga Allah menyelamatkanmu”. Syaikh itu menangis dan berkata, “Aku lemah, sementara ia lebih kuat dariku. Aku tidak mampu melawannya. Cepatlah pergi, semoga Allah menyelamatkanmu dari ular itu,” dawuh Syech kepada Malik dalam mimpinya.

Malik terus berlari, lalu naik di atas tebing dari tebing-tebing kiamat. Malik mendekati kobaran api neraka dan Malik hampir terjatuh karena takut kejaran ular itu. Tiba-tiba ada suara teriakan, “Kembalilah, kamu bukan termasuk penghuni neraka”.

Ular itu terus mengejar. Malik kembali mendatangi Syech dan berkata, “Wahai Syech, aku memohon padamu agar menyelamatkanku dari ular itu, namun engkau tidak melakukannya”.

Syech itu menangis lalu berkata kepada Malik, “Aku lemah, tapi pergilah ke gunung itu, karena di dalamnya ada simpanan orsng-orang Islam. Jika engkau memiliki simpanan di dalam gunung itu, ia akan menyelamatkanmu”.

Malik melihat gunung bulat yang terbuat dari perak, ada kubah di atas lembah permata dan tira-tirai yang bergelentungan. Setiap kubah memiliki dua pintu yang berwarna merah keemasan bertaburan zamrud dan mutiara, dan setiap pintu terdpat tirai-tirai dari sutera bergantungan.

Ketika Malik melihat gunung itu, ular terus mengejar. Dan ketika mendekati gunung, salah satu malaikat berteriak, “Angkatlah tirai-tirai itu, bukalah pintu-pintu, dan hati-hatilah. Mudah-mudahan orang malang ini memiliki simpanan yang dapat menyelamatkan dia dari musuhnya.

Tirai-tirai itu diangkat, pintu-pintu dibuka, dan tiba-tiba dari dalam tempat itu muncul anak-anak yang wajahnya bersinar seperti bulan purnama, namun ular itu terus mengejar Malik.

Di antara anak-anak itu ada yang berteriak, “Celaka engkau. Kemarilah dan mendekatlah kalian semua. Musuhnya sudah dekat dengannnya”.

Anak-anak itu kemudian keluar satu demi satu, dan Malik melihat putrinya, Fatimah yang sudah meninggal dunia dua tahun yang lalu.

“Anakku mendekatiku, Fatimah menangis dan berkata, “Ayah, demi Allah”.

Fatimah kemudian melompat ke dalam kereta cahaya yang kecepatannya seperti anak panah. Fatimah meletakkan tangan kirinya di atas tangan kanan Malik dan berpegangan tangannya.

“Ayah, belumkah tiba waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk mengingat Allah” tegur Fatimah dalam mimpinya.

Malik menangis dan berkata, “Anakku, kalian memahami al-Qur’an?”.  Fatimah menjawab, “Ayah, kami lebih memahaminya lebih baik darimu”.

“Beritahu aku tentang ular yang ingin membunuhku!,” Fatimah menjawab, “Ia adalah amal burukmu yang kemudian menjadi kuat dan akan melemparkanmu ke neraka”.

“Lalu siapa Syech yang aku temuai di jalan itu”,

 “Ia adalah amal baikmu yang menjadi lemah, sehingga ia tidak dapat membantu menyelamatkanmu dari amal burukmu.

Malik bertanya lagi, “Apa yang kalian lakukan di gunung itu?”.

“Kami adalah anak-anak orang Islam. Kami tinggal di sini sampai hari kiamat tiba. Kami menunggu kedatangan kalian dan akan memohonkan syafa’at kepada kalian.”

Malik terbangun ketika fajar telah terbit.

Sejak itu, Malik menjauh dari minuman khamar dan bertaubat kepada Allah.

Sehingga Malik bin Dinar menjadi wali Allah dari golongan tabi’in yang ahli hadits.



Semoga Kisah ini Bermanfaat dan Menjadi Motifasi kita Untuk Hijrah kepada Jalan nya ALLAH SWT.

Jumat, 03 Juli 2020

ADZAB ALLAH BAGI PENDOSA DI AKHIRAT

HUKUMAN BAGI TUKANG BOHONG/HOAX/PAHAM QUR'AN TAPI TDK SHOLAT MALAM/PENZINA/MAKAN RIBA/DAN SEORANG IBU YANG TIDAK MAU MENYUSUI ANAK-ANAKNYA.

Ketika pristiwa Mi'roj Rasulullah SAW bersama Malaikat Jibril AS,diperlihatkan Para Hamba**ALLAH yang sedang Di hukum Atas kesalahan-kesalagan nya di dunia....

RASULULLAH pernah diperlihatkan ada manusia yg Dirobek-robek mulutnya, dimasukkan ke dalam tanur yang dibakar, dipecah kepalanya di atas batu, ada pula yang disiksa di sungai darah, bila mau keluar dari sungai itu dilempari batu pada mulutnya.

Rasulullah n berkata kepada Jibril dan Mikail e sebagaimana disebutkan dalam hadits yang panjang:

فَأَخْبِرَانِي عَمَّا رَأَيْتُ. قَالَا: نَعَمْ، أَمَّا الَّذِي رَأَيْتَهُ يُشَقُّ شِدْقُهُ فَكَذَّابٌ يُحَدِّثُ بِالْكَذْبَةِ فَتُحْمَلُ عَنْهُ حَتَّى تَبْلُغَ الْآفَاقَ فَيُصْنَعُ بِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَالَّذِي رَأَيْتَهُ يُشْدَخُ رَأْسُهُ فَرَجُلٌ عَلَّمَهُ اللهُ الْقُرْآنَ فَنَامَ عَنْهُ بِاللَّيْلِ وَلَمْ يَعْمَلْ فِيهِ بِالنَّهَارِ يُفْعَلُ بِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَالَّذِي رَأَيْتَهُ فِي الثَّقْبِ فَهُمُ الزُّنَاةُ، وَالَّذِي رَأَيْتَهُ فِي النَّهْرِ آكِلُوا الرِّبَا

“Beritahukanlah kepadaku tentang apa yang aku lihat.” Keduanya menjawab: “Ya.
AMMAL LAZI ROAITAHU YUSYAQU SYID'QUHU FAKAZZĀBU YUHADDATSU BIL KAZBATI FATUHMALU ANHU HATTA TABLUGHOL ĀFAQO FAYUSHNA'U BIHI ILĀ YAUMIL QIYĀMAH
Adapun orang yang engkau lihat dirobek mulutnya, dia adalah pendusta. Dia berbicara dengan kedustaan lalu kedustaan itu dinukil darinya sampai tersebar luas. Maka dia disiksa dengan siksaan tersebut hingga hari kiamat.
WAL LAZINA ROAITAHU YUS DAKHU RO'SUHU FAROJULUN ALLAMAHULLAHUL QUR'ANA FANĀMA ANHU BIL LAILI WALAM YA'MAL FIHI BIN NAHĀR YUF'ALU BIHI ILĀ YAUMIL QIYĀMAH
Adapun orang yang engkau lihat dipecah kepalanya, dia adalah orang yang telah Allah ajari Al-Qur’an, namun dia tidur malam (dan tidak bangun untuk shalat malam). Pada siang hari pun dia tidak mengamalkannya. Maka dia disiksa dengan siksaan itu hingga hari kiamat.
WAL LAZINA ROAITAHU FIS TSAQBI FAHUMUZ ZUNĀTU,WAL LAZI ROAITAHU FIN NAHRI ĀKILŪR RIBĀ
Adapun yang engkau lihat orang yang disiksa dalam tanur, mereka adalah pezina. Adapun orang yang engkau lihat di sungai darah, dia adalah orang yang makan harta dari hasil riba.” (HR. Al-Bukhari)

Dicabik** Ular yg besar dan ganas
Rasulullah bersabda:
فَإِذَا أَنَا بِنِسَاءٍ تَنْهَشُ ثَدْيَهُنَّ الْحَيَّاتُ، فَقُلْتُ: مَا بَالُ هَؤُلَاءِ؟ فَقَالَ: اللَّوَاتِي يَمْنَعْنَ أَوْلَادَهُنَّ أَلْبَانَهُنَّ
FAIZĀ ANĀ BI NISĀ'ING TANG HASYU SAD'YAHUÑAL HAYYĀT.MĀ BĀLU HA'ULĀ'I ? FAQÕLA : AL LAWĀTI YAMNA'NA AULĀ DAHUÑA ALBĀNAHUN
“Tiba-tiba aku melihat para wanita yg payudara mereka dicabik**ular yg ganas. Maka aku bertanya: ‘Kenapa mereka?’ Malaikat menjawab: ‘Mereka adalah para wanita yang tidak mau menyusui anak-anaknya (tanpa alasan syar’i)’.” (HR. Al-Hakim. Asy-Syaikh Muqbil t dalam Al-Jami’ush Shahih berkata: “Ini hadits shahih dari Abu Umamah Al-Bahili z.”)

              ابوي محمّد اسوان بِنْ شريف محمّد وسم

Rabu, 01 Juli 2020

MENGENAL RUKUN SHALAT 4 MAZHAB


I. Pengertian Sholat

Secara etimologi shalat berarti do’a
sedangkan menurut istilah Shalat adalah ibadah kepada Allah yang terdiri dari perkataan dengan perbuatan tertentu yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam .

Apakah shalat itu ?
Shalat adlh :
ASHOLĀTU HIYĀ AQWĀLUN WA AF'ALUN MUHTATAHATUN BIT TAKBIR.
"Shalat itu adlh beberapa ucapan dan gerakan yg dimualai dengan Takbir.
MUKHTATAMATUN BIT TASLIM
Dan di akhiri dng salam.
BISYARÕ'ITHO MAKSUSHO
Dng syarat**yg tlh ditentukan.

SHALAT JG BISA DISEBUT ?
SHILĀTUW WA LIQÕ'UN BAINAL ABDI WA ROBBI."Shalat adlh hasil perjumpaan seorang hamba dengan ALLAH."

Sbgmna Rasulullah Saw bersabda :
FURIDHOT ALĀ NABIYI SHOLAWĀTU LAYLATĀ USRIYA BIHI KHOMSIN. "Diwajibkan sholat itu kpd nabi Muhammad SAW pd mlm Isro 50X dlm smalam.
SUMA NUQISOT HATTA ZU'ILAT KHOMSAN.
"Kemudian dikurangi menjadi 5X dlm smlm.
SUMMA NUDIA YĀ MUHAMMAD.
"Kmudian Nabi dipanggil" Ya Muhammad"
IÑAHU LA YUBADDALU, QOULŪ LADAYYĀ.
Sngguhnya tdk diganti ketetapan itu di sisiku
WAIÑA LAKABIH ZIHIL KHOMSI KHOMSINA."
dan ssngguhnya 5X itu sama dng 50X dlm smalam.

II. Dalil yang Mewajibkan Shalat

Dalil yang mewajibkan shalat banyak sekali, baik dalam Al Qur’an maupun dalam Hadits nabi Muhammad SAW.

a) Dalil wajbnya sholat berdasarkan firman Allah SWT

Dalam al Qur’an terdapat perintah untuk mengerjakan sholat , antara lain berbunyi;

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.(Surat Al Baqarah Ayat 110)

وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

“Dan dirikanlah Shalat, dan keluarkanlah Zakat, dan ruku’lah bersama-sama orang yang ruku” (QS.Al Baqarah;43)

وَاَقِمِ الصَّلَوةَ صلى اِنَّ الصَّلَوةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ

Kerjakanlah shalat, sesungguhnya shalat mencegah perbuatan yang jahat dan mungkar”(QS. Al-Ankabut;45)

Shalat Mencegah dari Perbuatan Mungkar dan Kesesata
Ibnu Mas’ud pernah ditanya mengenai seseorang yang biasa memperlama shalatnya. Maka kata beliau,

إِنَّ الصَّلاَةَ لاَ تَنْفَعُ إِلاَّ مَنْ أَطَاعَهَا

Iñas sholāta lā tangfa'u illā man athõ'ahā

“Shalat tidaklah bermanfaat kecuali jika shalat tersebut membuat seseorang menjadi taat.” (HR. Ahmad dalam Az Zuhd, hal. 159 dengan sanad shahih dan Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 13: 298 dengan sanad hasan dari jalur Syaqiq dari Ibnu Mas’ud).

Al Hasan berkata,
مَنْ صَلَّى صَلاَةً لَمْ تَنْهَهُ عَنِ الفَحْشَاءِ وَالمنْكَرِ، لَمْ يَزْدَدْ بِهَا مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْدًا

Mang sholla sholātan lam tanhahu anil fahsyā'i wal mungkar,Lam yadzdad bihā minallāhi illā bu'dā

“Barangsiapa yang melaksanakan shalat, lantas shalat tersebut tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia hanya akan semakin menjauh dari Allah.” (Dikeluarkan oleh Ath Thobari dengan sanad yang shahih dari jalur Sa’id bin Abi ‘Urubah dari Qotadah dari Al Hasan)

Abul ‘Aliyah pernah berkata,

إِنَّ الصَّلاَةَ فِيْهَا ثَلاَثُ خِصَالٍ فَكُلُّ صَلاَةٍ لاَ يَكُوْنُ فِيْهَا شَيْءٌ مِنْ هَذِهِ الخَلاَل فَلَيْسَتْ بِصَلاَةٍ: الإِخْلاَصُ، وَالْخَشْيَةُ، وَذِكْرُ اللهِ. فَالإِخْلاَصُ يَأْمُرُهُ بِاْلمعْرُوْفِ، وَالخَشْيَةُ تَنْهَاهُ عَنِ المنْكَرِ، وَذِكْرُ القُرْآنِ يَأْمُرُهُ وَيَنْهَاهُ.

Iñas sholāta fihā tsalātsa khishõlin fa kullu,Sholātin lā yakūnu fihā syai'un min hadzihil kholāl falaisat bi sholāh :
Ikhlāshu,Wal khosyyatu,Wa dzikrullah.


“Dalam shalat ada tiga hal di mana jika tiga hal ini tidak ada maka tidak disebut shalat. Tiga hal tersebut adalah ikhlas, rasa takut dan dzikir pada Allah.

Fā ikhlāshu yā'muruhu bil ma'rūf,Wal khosyyatu tanhāhu anil mungkar,Wa dzikrul qur'āni yā'muruhu wayanhāhu

Ikhlas itulah yang memerintahkan pada yang ma’ruf (kebaikan). Rasa takut itulah yang mencegah dari kemungkaran. Sedangkan dzikir melalui Al Qur’an yang memerintah dan melarang sesuatu.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 65).

Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali  hafizhohullah berkata, “Siapa yang merutinkan shalat dan mengerjakannya di waktunya, maka ia akan selamat dari kesesatan.” (Bahjatun Nazhirin, 2: 232).

Jika ada yang sampai berbuat kemungkaran, maka shalat pun bisa mencegahnya dari perbuatan tersebut.

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ada seseorang yang pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia mengatakan,

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِّي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: إِنَّ فُلاَنًا يُصَلِّيْ بِاللَّيْلِ فَإِذَا أَصْبَحَ سَرِقَ؟ فَقَالَ: “إِنَّهُ سَيَنْهَاهُ مَا يَقُوْلُ

Jā'a rojulun ilān nabiy shollallāhu alaihi wa sallama faqõla : Iña fulāñā yusholliy bil laili fa idzā ashbaha sariqo ? Faqõla : Iñahu sayanghāhu mā yaqùl

“Ada seseorang yang pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, “Ada seseorang yang biasa shalat di malam hari namun di pagi hari ia mencuri. Bagaimana seperti itu?” Beliau lantas berkata, “Shalat tersebut akan mencegah apa yang ia katakan.” (HR. Ahmad 2: 447, sanadnya shahih kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth).

Kapan Shalat Bisa Mencegah dari Perbuatan Keji dan Mungkar?

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Shalat bisa mencegah dari kemungkaran jika shalat tersebut dilakukan dalam bentuk sesempurna mungkin.

Allah Ta’ala sebagai Pencipta Alam Semesta sudah mengetahui dan karena itu juga telah mempersiapkan metode terbaik dalam menghadapi setiap masalah, yakni dengan sabar dan shalat.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

Yā ayyuhallażīna āmanusta'īnụ biṣ-ṣhobri waṣ-ṣholāh, innallāha ma'aṣh-ṣhõbirīn

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 153).

Kala kita memohon kepada Allah melalui shalat, tentu sangat tidak elok jika dilakukan dengan tergesa-gesa. Harus tenang dan sabar dalam menjalankannya.

Masih banyak lagi ayat lainnya yang menjelaskan tentang kewajiban melaksanakan sholat ini

b) Perintah shalat juga terdapat dalam hadis nabi Muhammad SAW, diantaranya :

1] Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ

“(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 257).

2] Hadits Buraidah ibnul Hushaib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهُ فَقَدْ كَفَرَ

“Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkan shalat berarti ia kafir.” (HR. Ahmad 5/346, At-Tirmidzi no. 2621, Ibnu Majah no. 1079 dan selainnya. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih At-Tirmidzi, Al-Misykat no. 574 dan juga dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib hal. 299) [Lihat Tharhut Tatsrib, 1/323]

3] Hadits ‘Ubadah ibnush Shamit radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللهُ عَلَى الْعِبَادِ، فَمَنْ جَاءَ بِهِنَّ لَمْ يُضَيِّعْ مِنْهُنَّ اسْتِخْفَافًا بِحَقِّهِنَّ، كَانَ لَهُ عِنْدَ اللهِ عَهْدًا يُدْخِلُهُ الْجَنَّةَ، وَمَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللهِ عَهْدٌ، إِنْ شاَءَ عَذَّبَهُ، وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ

“Shalat lima waktu Allah wajibkan atas hamba-hamba-Nya. Siapa yang mengerjakannya tanpa menyia-nyiakan di antara kelima shalat tersebut karena meremehkan keberadaannya maka ia mendapatkan janji dari sisi Allah untuk Allah masukkan ke surga. Namun siapa yang tidak mengerjakannya maka tidak ada baginya janji dari sisi Allah, jika Allah menghendaki Allah akan mengadzabnya, dan jika Allah menghendaki maka Allah akan mengampuninya.” (HR. Abu Dawud no. 1420 dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud)

4] Perintah untuk menyuruh anak mengerjakan sholat sejak berusia 7 tahun

Allah Berfirman :

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقاً نَّحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى

Wa`mur ahlaka biṣh-ṣholāti waṣhṭhobir 'alaihā, lā nas`aluka rizqā, naḥnu narzuquk, wal-'āqibatu lit-taqwā

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (QS. Thaha [20]: 132).

عَنْ عَمْرو بْنِ شُعَيْبِ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ

( مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَ هُمْ أَبْنَاءُ سَبْعَ سِنِيْنَ، وَ اضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَ هُمْ أَبْنَاءُ عَشْرَ سِنِيْنَ، وَ فَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ )

Artinya: “Dari ‘Amr Bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,: “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika mereka tidak mengerjakan shalat pada usia sepuluh tahun, dan (pada usia tersebut) pisahkanlah tempat tidur mereka.” (Hadits shahih; Shahih Ibnu Majah (5868), Sunan Abu Daud (2/162/419) lafazh hadits ini adalah riwayat Abu Daud, Ahmad (2/237/84), Hakim (1/197))

Sholat memiliki beberapa rukun, syarat syah, sunat sholat dan yang membatalkan sholat

1. Rukun Sholat Menurut Empat Mazhab

Rukun shalat adalah setiap perkataan atau perbuatan yang akan membentuk hakikat shalat. Jika salah satu rukun ini tidak ada, maka shalat tidak sah, tidak teranggap secara syar’i, dan juga tidak bisa diganti dengan sujud sahwi.

1) Rukun Shalat menurut Mazhab Hanafi:

Menurut Mazhab Hanafi rukun Sholat ada 6, yaitu :
• 1. Takbiratul Ihram
• 2. Berdiri
• 3. Membaca Al-Fatihah
• 4. Ruku’ (Sunnah membaca Tasbih)
• 5. Sujud
• 6. Duduk Tasyahud Akhir

2) Rukun Shalat menurut Mazhab Maliki:

Menurut Mazhab Maliki rukun Sholat ada 13, yakni:
• 1. Niat
• 2. Takbiratul Ihram
• 3. Berdiri
• 4. Membaca Al-Fatihah
• 5. Ruku’ (Sunnah membaca Tasbih)
• 6. I’tidal/Bangun dari Ruku’
• 7. Sujud
• 8. Duduk antara 2 sujud
• 9. Duduk Tasyahud Akhir
• 10. Membaca Tasyahud Akhir
• 11. Membaca Shalawat Nabi
• 12. Salam
• 13. Tertib

3) Rukun Shalat menurut Mazhab Syafi’i:

Menurut Mazhab Syafi’i Rukun Sholat ada 13, yakni:
• 1. Niat
• 2. Takbiratul Ihram
• 3. Berdiri
• 4. Membaca Al-Fatihah
• 5. Ruku’ (Sunnah membaca Tasbih)
• 6. I’tidal/Bangun dari Ruku’
• 7. Sujud
• 8. Duduk antara 2 sujud
• 9. Duduk Tasyahud Akhir
• 10. Membaca Tasyahud Akhir
• 11. Membaca Shalawat Nabi
• 12. Salam
• 13. Tertib

4) Rukun Shalat menurut Mazhab Hambali:

Menurut Mazhab Hambali Rukun Sholat ada 13, yakni :
• 1. Takbiratul Ihram
• 2. Berdiri
• 3. Membaca Al-Fatihah
• 4. Ruku’ (Wajib membaca Tasbih)
• 5. I’tidal/Bangun dari Ruku’
• 6. Sujud
• 7. Duduk antara 2 sujud
• 8. Duduk Tasyahud Akhir
• 9. Membaca Tasyahud Akhir
• 10. Membaca Shalawat Nabi
• 11. Salam
• 12. Tertib
• 13. Tuma’ninah

Disini bisa kita lihat,dimana mazhab Hanafi termasuk yang paling sedikit dalam menetapkan jumlah rukun shalat, hanya 6 saja. Sementara ulama lain berpendapat rukun sholat ada 13, walaupun juga terdapat lagi perbedaan dal hal yang 13 tersebut.

Penyebab Perbedaan

a. Dalam Hal Niat

Ulama berbeda pendapat dalam hal apakah niat ini termasuk rukun ataupun tidak seperti yang sudah dijelaskan diatas, namun ulama berbeda pendapat mengenai hukum melafalkan niat shalat pada saat menjelang takbiratul ihram

Menurut kesepakatan para pengikut mazhab Imam Syafi’iy (Syafi’iyah) dan pengikut mazhab Imam Ahmad bin Hambal (Hanabilah) adalah sunnah, karena melafalkan niat sebelum takbir dapat membantu untuk mengingatkan hati sehingga membuat seseorang lebih khusyu’ dalam melaksanakan shalatnya.

Jika seseorang salah dalam melafalkan niat sehingga tidak sesuai dengan niatnya, seperti melafalkan niat shalat ‘Ashar tetapi niatnya shalat Dzuhur, maka yang dianggap adalah niatnya bukan lafal niatnya. Sebab apa yang diucapkan oleh mulut itu (shalat ‘Ashar) bukanlah niat, ia hanya membantu mengingatkan hati. Salah ucap tidak mempengaruhi niat dalam hati sepanjang niatnya itu masih benar.

Menurut pengikut mazhab Imam Malik (Malikiyah) dan pengikut Imam Abu Hanifah (Hanafiyah) bahwa melafalkan niat shalat sebelum takbiratul ihram tidak disyari’atkan (bid’ah), kecuali bagi orang yang terkena penyakit was-was (peragu terhadap niatnya sendiri).

Menurut penjelasan Malikiyah, bahwa melafalkan niat shalat sebelum takbir menyalahi keutamaan (khilaful aula), tetapi bagi orang yang terkena penyakit was-was hukum melafalkan niat sebelum shalat adalah sunnah.

Sedangkan penjelasan al Hanafiyah bahwa melafalkan niat shalat sebelum takbir adalah bid’ah, namun dianggap baik (istihsan) melafalkan niat bagi orang yang terkena penyakit was-was.

Dasar kebolehan melafalkan niat dalam suatu ibadah wajib berdasarkan apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw pada saat melaksanakan ibadah haji.

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلّمَ يَقُوْلُ لَبَّيْكَ عُمْرَةً وَحَجًّاً

“Dari Anas r.a. berkata: Saya mendengar Rasullah saw mengucapkan, “Labbaika, aku sengaja mengerjakan umrah dan haji”.” (HR. Muslim).

Memang ketika Nabi Muhammad SAW melafalkan niat itu dalam menjalankan ibadah haji, bukan shalat, wudlu’ atau ibadah puasa, tetapi tidak berarti selain haji tidak bisa diqiyaskan atau dianalogikan sama sekali atau ditutup sama sekali untuk melafalkan niat, ini menurt pendapat yang mengatakan hukum mengucapkan niat itu sunnah.

Menurut ulama fiqh, niat diwajibkan dalam dua hal. Pertama, untuk membedakan antara ibadah dengan kebiasaan (adat), seperti membedakan orang yang beri’tikaf di masjid dengan orang yang beristirahat di masjid. Kedua, untuk membedakan antara suatu ibadah dengan ibadah lainnya, seperti membedakan antara shalat Dzuhur dan shalat ‘Ashar.

Karena melafalkan niat sebelum shalat tidak termasuk dalam dua kategori tersebut tetapi pernah dilakukan Nabi Muhammad dalam ibadah hajinya, maka hukum melafalkan niat adalah sunnah. Imam Ramli mengatakan:

وَيُنْدَبُ النُّطْقُ بِالمَنْوِيْ قُبَيْلَ التَّكْبِيْرِ لِيُسَاعِدَ اللِّسَانُ القَلْبَ وَلِأَنَّهُ أَبْعَدُ عَنِ الوِسْوَاسِ وَلِلْخُرُوْجِ مِنْ خِلاَفِ مَنْ أَوْجَبَهُ

“Disunnahkan melafalkan niat menjelang takbir (shalat) agar mulut dapat membantu (kekhusyu’-an) hati, agar terhindar dari gangguan hati dank arena menghindar dari perbedaan pendapat yang mewajibkan melafalkan niat”. (Nihayatul Muhtaj, juz I,: 437)

Jadi, fungsi melafalkan niat adalah untuk mengingatkan hati agar lebih siap dalam melaksanakan shalat sehingga dapat mendorong pada kekhusyu’an. Karena melafalkan niat sebelum shalat hukumnya sunnah, maka jika dikerjakan dapat pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa.

Semua ulama mazhab sepakat bahwa mengungkapkan niat dengan kata-kata tidak harus,

bahkan manurut mazhab ada perbedaan pendapat dalam hal mengucapkan niat ini, dimana menurut. Ibnu Qayyim berpendapat dalam bukunya Zadul Ma’ad, sebagaimana dijelaskan dalam jilid pertama dalam buku Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah, sebagai berikut : Nabi Muhammad saw bila menegakkan shalat, beliau langsung mengucapkan “Allahu akbar” dan beliau tidak mengucapkan apa-apa sebelumnya, dan tidak melafalkan niat sama sekali.

Inilah dasar bagi ulama yang mengatakan bahwa mengucapkan niat sholat tersebut adalah bid’ah, sementara hadis yang menjelaskan tentang niat sebelum sholat berdasarkan hadis diatas adalah tidak tepat, karena andaikan sholat juga diperintahkan mengucapkan niat, tentulah Rasulullah akan memerintahkan juga sebagaimana diperintahkan sewaktu akan melakukan ibadah haji dan umrah tersebut, namun tak satupun hadis yang menjelaskan masalah tersebut. Sehingga mengqiaskan mengucapkan niat sholat kepada niat haji adalah mengqiaskan dua hal yang berbeda…

2. Takbiratul Ihram

Ulama sepakat mengatakan bahwa takbiratul ihram termasuk rukun sholat“Kunci shalat adalah bersuci, dan yang mengharamkannya (dari perbuatan sesuatu selain perbuatan-perbuatan shalat) adalah takbir, dan penghalalnya adalah salam.”

Maliki dan Hambali : kalimat takbiratul ihram adalah “Allah Akbar” (Allah Maha Besar) tidak boleh menggunakan kata-kata lainnya.

Syafi’i : boleh mengganti “Allahu Akbar” dengan ”Allahu Al-Akbar”, ditambah dengan alif dan lam pada kata “Akbar”.

Hanafi : boleh dengan kata-kata lain yang sesuai atau sama artinya dengan kata-kata tersebut, seperti “Allah Al-A’dzam” dan “Allahu AlAjall” (Allah Yang Maha Agung dan Allah Yang Maha Mulia).

Khilaf UlamaSyafi’i, Maliki dan Hambali sepakat bahwa mengucapkannya dalam bahasa Arab adalah wajib, walaupun orang yang shalat itu adalah orang ajam (bukan orang Arab).

Hanafi : Sah mengucapkannya dengan bahasa apa saja, walau yang bersangkutan bisa bahasa Arab.

Semua ulama mazhab sepakat : syarat takbiratul ihram adalah semua yang disyaratkan dalam shalat. Kalau bisa melakukannya dengan berdiri; dan dalam mengucapkan kata “Allahu Akbar” itu harus didengar sendiri, baik terdengar secara keras oleh dirinya, atau dengan perkiraan jika ia tuli.

3. Berdiri

Semua ulama mazhab sepakat bahwa berdiri dalam shalat fardhu itu wajib sejak mulai dari takbiratul ihram sampai ruku’, harus tegap, bila tidak mampu ia boleh shalat dengan duduk. Bila tidak mampu duduk, ia boleh shalat dengan miring pada bagian kanan, seperti letak orang yang meninggal di liang lahat, menghadapi kiblat di hadapan badannya, menurut kesepakatan semua ulama mazhab selain Hanafi.

Hanafi berpendapat : siapa yang tidak bisa duduk, ia boleh shalat terlentang dan menghadap kiblat dengan dua kakinya sehingga isyaratnya dalam ruku’ dan sujud tetap menghadap kiblat.

• Apabila tidak mampu miring ke kanan, maka menurut Syafi’i dan Hambali ia boleh shalat terlentang dan kepalanya menghadap ke kiblat. Bila tidak mampu juga, ia harus mengisyaratkan dengan kepalanya atau dengan kelopak matanya.

• Hanafi : bila sampai pada tingkat ini tetapi tidak mampu, maka gugurlah perintah shalat baginya, hanya ia harus melaksanakannya (meng-qadha’-nya) bila telah sembuh dan hilang sesuatu yang menghalanginya.

• Maliki : bila sampai seperti ini, maka gugur perintah shalat terhadapnya dan tidak diwajibkan meng-qadha’-nya.

• Syafi’i dan Hambali : shalat itu tidaklah gugur dalam keadaan apa pun. Maka bila tidak mampu mengisyaratkan dengan kelopak matanya (kedipan mata), maka ia harus shalat dengan hatinya dan menggerakkan lisannya dengan dzikir dan membacanya. Bila juga tidak mampu untuk menggerakkan lisannya, maka ia harus menggambarkan tentang melakukan shalat di dalam hatinya selama akalnya masih berfungsi.

2. Takbiratul Ihram

Ulama sepakat mengatakan bahwa takbiratul ihram termasuk rukun sholat“Kunci shalat adalah bersuci, dan yang mengharamkannya (dari perbuatan sesuatu selain perbuatan-perbuatan shalat) adalah takbir, dan penghalalnya adalah salam.

”Maliki dan Hambali : kalimat takbiratul ihram adalah “Allah Akbar” (Allah Maha Besar) tidak boleh menggunakan kata-kata lainnya.

Syafi’i : boleh mengganti “Allahu Akbar” dengan ”Allahu Al-Akbar”, ditambah dengan alif dan lam pada kata “Akbar”.

Hanafi : boleh dengan kata-kata lain yang sesuai atau sama artinya dengan kata-kata tersebut, seperti “Allah Al-A’dzam” dan “Allahu AlAjall” (Allah Yang Maha Agung dan Allah Yang Maha Mulia).

Khilaf UlamaSyafi’i, Maliki dan Hambali sepakat bahwa mengucapkannya dalam bahasa Arab adalah wajib, walaupun orang yang shalat itu adalah orang ajam (bukan orang Arab).

Hanafi : Sah mengucapkannya dengan bahasa apa saja, walau yang bersangkutan bisa bahasa Arab.

Semua ulama mazhab sepakat : syarat takbiratul ihram adalah semua yang disyaratkan dalam shalat. Kalau bisa melakukannya dengan berdiri; dan dalam mengucapkan kata “Allahu Akbar” itu harus didengar sendiri, baik terdengar secara keras oleh dirinya, atau dengan perkiraan jika ia tuli.

3. Berdiri

Semua ulama mazhab sepakat bahwa berdiri dalam shalat fardhu itu wajib sejak mulai dari takbiratul ihram sampai ruku’, harus tegap, bila tidak mampu ia boleh shalat dengan duduk. Bila tidak mampu duduk, ia boleh shalat dengan miring pada bagian kanan, seperti letak orang yang meninggal di liang lahat, menghadapi kiblat di hadapan badannya, menurut kesepakatan semua ulama mazhab selain Hanafi. Hanafi berpendapat : siapa yang tidak bisa duduk, ia boleh shalat terlentang dan menghadap kiblat dengan dua kakinya sehingga isyaratnya dalam ruku’ dan sujud tetap menghadap kiblat.

Apabila tidak mampu miring ke kanan, maka menurut Syafi’i dan Hambali ia boleh shalat terlentang dan kepalanya menghadap ke kiblat. Bila tidak mampu juga, ia harus mengisyaratkan dengan kepalanya atau dengan kelopak matanya.

Hanafi : bila sampai pada tingkat ini tetapi tidak mampu, maka gugurlah perintah shalat baginya, hanya ia harus melaksanakannya (meng-qadha’-nya) bila telah sembuh dan hilang sesuatu yang menghalanginya.

Maliki : bila sampai seperti ini, maka gugur perintah shalat terhadapnya dan tidak diwajibkan meng-qadha’-nya. •

Syafi’i dan Hambali : shalat itu tidaklah gugur dalam keadaan apa pun. Maka bila tidak mampu mengisyaratkan dengan kelopak matanya (kedipan mata), maka ia harus shalat dengan hatinya dan menggerakkan lisannya dengan dzikir dan membacanya. Bila juga tidak mampu untuk menggerakkan lisannya, maka ia harus menggambarkan tentang melakukan shalat di dalam hatinya selama akalnya masih berfungsi.

4. Membaca al-Fatihah merupakan rukun sholat,– Walaupun ada perbedaan pendapat dalam hal keharusan membaca al-fatihah ini (akan dibahas pada pembahasan hukum membaca al-Fatihah dan Bismillah diawal al-Fatihah dalam sholat

5. Rukuk. Semua ulama mazhab sepakat bahwa ruku’ adalah wajib di dalam shalat.

Namun mereka berbeda pendapat tentang wajib atau tidaknya ber-thuma’ninah di dalam ruku’, yakni ketika ruku’ semua anggota badan harus diam, tidak bergerak.

 Hanafi : yang diwajibkan hanya semata-mata membungkukkan badan dengan lurus, dan tidak wajib thuma’ninah, membaca tasbih pada waktu rukuk hanya sunnah saja. Juga Syafi’i dan Maliki : tidak wajib berdzikir ketika shalat, hanya disunnahkan saja mengucapkan tasbih .

 Mazhab lainnya : Hambali : membaca tasbih ketika ruku’ adalah wajib , wajib membungkuk sampai dua telapak tangan orang yang shalat itu berada pada dua lututnya dan juga diwajibkan ber-thuma’ninah dan diam (tidak bergerak) ketika ruku’.

6. I’tidal

Hanafi : tidak wajib mengangkat kepala dari ruku’ yakni i’tidal (dalam keadaan berdiri). Dibolehkan untuk langsung sujud, namun hal itu makruh.

Mazhab-mazhab yang lain : wajib mengangkat kepalanya dan ber-i’tidal, serta disunnahkan membaca tasmi’, yaitu mengucapkan : • Sami’allahuliman hamidah • ”Allah mendengar orang yang memuji-Nya”

7. Sujud :

semua ulama mazhab sepakat bahwa sujud itu wajib dilakukan dua kali pada setiap rakaat. Perbedaan juga terjadi pada tasbih dan thuma’ninah di dalam sujud, sebagaimana dalam ruku’. Maka mazhab yang mewajibkannya di dalam ruku’ juga mewajibkannya di dalam sujud.

8. Duduk diantara dua sujud,

mazhab Hanafi : tidak diwajibkan duduk di antara dua sujud itu. Mazhab-mazhab yang lain : wajib duduk di antara dua sujud

9. Tahiyyat (Tasyahud): tahiyyat/tasyahud di dalam shalat dibagi menjadi dua bagian : pertama yaitu tahiyyat yang terjadi setelah dua rakaat pertama dari shalat maghrib, isya’, dzuhur, dan ashar dan tidak diakhiri dengan salam. Yang kedua adalah tahiyyat yang diakhiri dengan salam, baik pada shalat yang dua rakaat, tiga, atau empat rakaat

• Maliki, Syafi’i dan Hambali : tasyahud terakhir adalah wajib. dan Hanafi : hanya sunnah, bukan wajib.

Lafadz Tahiyat

Hanafi • Kalimat (lafadz) tahiyyat menurut Hanafi : Attahiyatu lillahi washolawaatu waththoyyibaatu wassalaamu ’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuhAssalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin Asyhadu anlaa ilaaha illallah Wa asyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh

Maliki • Attahiyyatu lillaahi azzaakiyaatu lillaahi aththoyyibaatu ashsholawaatu lillah Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin Asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah Wa asyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh

Syafi’i • Attahiyyatul mubaarokaatush sholawaatuth thoyyibaatu lillaah Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin Asyhadu anlaa ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh

Hambali • Attahiyyatu lillahi washsholawaatu waththoyyibaatu Assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakaatuh Assalaamu’alainaa wa ’alaa ’ibaadillahishshoolihiin Asyhadu anlaa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah Waasyhadu anna muhammadan ’abduhu warosuuluh Allahumma sholli ’alaa muhammad

10. Duduk Tasyahud akhir.

Semua mazhab sepakat bahwa duduk tasyahud akhir adalah bagian dari rukun sholat.

11. Membaca shalawat pada tasyahud akhir.

Hanafi , membaca shalawat pada tasyahud akhir tidak termasuk rukun sholat, mazhab lainnya sepakat bahwa membaca shalawat pada tasyahud akhir adalah bagian dari rukun shalat.

12. Salam • Syafi’i, Maliki, dan Hambali : mengucapkan salam adalah wajib. Hanafi : tidak wajib.

13. Tertib. Syafi’i, Maliki, dan Hambali : Tertib merupakan rukun sholat. Hanafi : tidak termasuk rukun sholat.

14. Tumakninah merupakan rukun shalat menurut mazhab Hambali


Semoga Bermanfaat Bagi Kita Para Penuntut Ilmu

            شريف محمّد اسوان بِنْ شريف محمّد وسم

5 PANGGILAN QUBUR DALAM SEHARI

  Sebagaimana firman Allah SWT: (QS.Al-Hasyr Surat : 59 Jus : 28 : 18) يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَف...